Tugas Terstruktur 05
Analisis
Siklus Hidup Produk Sepatu New Balance 530
1.
Diagram Siklus Hidup Produk
Batas
Sistem:
Analisis
ini mencakup seluruh tahapan utama siklus hidup sepatu New Balance 530 — mulai
dari ekstraksi bahan baku, produksi, distribusi global, konsumsi, hingga
pengelolaan limbah akhir. Setiap tahapan mempertimbangkan penggunaan energi,
emisi karbon, serta potensi daur ulang material. Aktivitas di luar kendali
produsen (seperti pembakaran informal dan limbah mikroplastik akibat abrasi
sol) tidak termasuk dalam batas sistem.
Asumsi:
- Masa pakai sepatu: ±3 tahun (dengan
pemakaian rutin untuk aktivitas harian).
- Komposisi utama: kulit sintetis (PU),
jaring mesh poliester daur ulang, sol karet EVA, dan busa midsole ABZORB.
- Skenario akhir: 70% dibuang ke TPA, 20% disimpan tanpa digunakan, 10% disumbangkan atau masuk proses daur ulang informal.
Diagram Naratif Siklus Hidup Produk:
2.
Narasi Analisis
Produk
yang dianalisis dalam tugas ini adalah sepatu New Balance 530, salah
satu ikon retro yang kembali populer dalam tren gaya hidup urban. Pemilihan
produk ini didasari oleh dua alasan utama. Pertama, sepatu merupakan produk
konsumsi yang lintas fungsi—menggabungkan kebutuhan fungsional dan ekspresi
identitas—sehingga berdampak besar terhadap pola konsumsi modern. Kedua, New
Balance mengklaim sedang menuju produksi yang lebih berkelanjutan, misalnya
melalui penggunaan bahan daur ulang pada beberapa model. Hal ini menarik untuk
ditelusuri sejauh mana implementasi prinsip keberlanjutan benar-benar tercermin
dalam siklus hidup produknya.
Batas
sistem dalam analisis ini mencakup seluruh proses “dari cradle to grave” (dari
bahan mentah hingga pembuangan akhir). Sistem ini melibatkan aktivitas
ekstraksi, produksi, logistik, konsumsi, dan pengelolaan limbah, dengan fokus
pada aliran energi dan material. Analisis ini menggunakan pendekatan life
cycle thinking yang memperhitungkan dampak tidak hanya pada tahap
pembuangan, tetapi juga di hulu rantai pasok.
Tahap
pertama, ekstraksi bahan baku, menjadi titik awal dampak lingkungan
terbesar. Kulit sintetis dan poliester pada bagian atas sepatu berasal dari
turunan minyak bumi, yang proses pengolahannya menghasilkan emisi karbon tinggi
serta limbah kimia. Selain itu, sol karet EVA membutuhkan bahan tambahan kimia
yang sulit terurai. Meskipun beberapa varian New Balance kini menggunakan
poliester daur ulang, proporsinya masih kecil dibandingkan bahan sintetis
murni.
Pada
tahap produksi, pabrik perakitan New Balance di Asia Tenggara
mengonsumsi energi listrik dalam jumlah besar untuk mesin jahit, pencetakan,
dan pemanasan lem. Penggunaan water-based adhesive (lem berbasis air)
merupakan langkah positif karena mengurangi emisi senyawa organik volatil
(VOC). Namun, sisa bahan potongan dari proses manufaktur masih sering dibuang,
belum sepenuhnya dimanfaatkan kembali sebagai scrap material. Konsumsi
air dalam proses pembersihan dan finishing juga menambah beban lingkungan.
Tahap
distribusi dan transportasi memiliki kontribusi signifikan terhadap
emisi karbon, terutama karena rantai pasok global New Balance yang melibatkan
transportasi lintas samudra. Pengiriman menggunakan kapal kargo dan truk
berbahan bakar fosil memperpanjang jejak karbon produk, meskipun efisiensinya
relatif tinggi dibanding transportasi udara.
Pada
fase konsumsi, sepatu digunakan dalam aktivitas sehari-hari selama
sekitar tiga tahun. Selama masa pakai, dampak lingkungan relatif kecil, tetapi
masa pakai yang lebih panjang dapat secara drastis menurunkan total jejak
karbon per tahun penggunaan. Pola konsumsi cepat akibat tren fesyen (“sneaker
culture”) justru menjadi tantangan terbesar terhadap keberlanjutan sektor ini.
Selain itu, abrasi sol menghasilkan partikel mikroplastik yang dapat masuk ke
sistem perairan.
Tahap
terakhir, pengelolaan limbah, merupakan titik lemah dalam siklus hidup
sepatu. Komponen material yang beragam membuat proses daur ulang menjadi
kompleks dan mahal. Sebagian kecil sepatu dikumpulkan untuk program donasi atau
didaur ulang menjadi material lantai melalui program seperti Reconsidered by
New Balance, namun skalanya masih terbatas. Sebagian besar produk tetap
berakhir di TPA dan membutuhkan puluhan tahun untuk terurai.
Sebagai
refleksi awal, sepatu New Balance 530 dapat didesain ulang dengan prinsip modular
design, di mana bagian sol, busa, dan bahan atas dapat dilepas serta
diganti secara terpisah. Penggunaan material monokomponen—misalnya seluruh
bagian atas dari poliester daur ulang tunggal—akan mempermudah proses daur
ulang di akhir masa pakai. Selain itu, transisi menuju energi terbarukan di
fasilitas produksi dan penerapan skema product take-back dari konsumen
ke produsen dapat memperpendek siklus material.
Dengan
pendekatan tersebut, sepatu tidak lagi menjadi produk “sekali pakai yang
modis”, tetapi bagian dari ekosistem desain sirkular yang berkelanjutan—sebuah
langkah konkret menuju industri alas kaki yang lebih hijau dan bertanggung
jawab.

Komentar
Posting Komentar