Tugas Mandiri 01
Pengamatan Sistem Industri, Teknologi, dan Dampaknya terhadap Lingkungan Di Pabrik Lilin
Beberapa hari lalu saya menyempatkan diri untuk melakukan pengamatan terhadap salah satu contoh nyata sistem industri di sekitar tempat tinggal saya. Pilihan saya jatuh pada sebuah pabrik lilin berskala menengah yang memproduksi lilin untuk kebutuhan rumah tangga, peribadatan, dan dekorasi. Dari luar, pabrik ini terlihat sederhana, namun setelah diperhatikan lebih dekat, terdapat berbagai elemen teknologi yang digunakan serta dampak lingkungan yang muncul dari aktivitas produksinya.
Elemen Teknologi yang Terlibat
Dalam proses produksinya, pabrik lilin ini menggunakan kombinasi antara teknologi tradisional dan modern. Beberapa elemen teknologi yang dapat diamati antara lain:
-
Mesin Peleleh Lilin
Bahan baku utama lilin berupa parafin dipanaskan menggunakan mesin peleleh dengan pengendali suhu. Mesin ini memastikan lilin mencair pada titik yang konsisten tanpa merusak kualitas bahan. -
Cetakan Otomatis dan Semi-Otomatis
Setelah mencair, lilin cair dituangkan ke dalam cetakan. Untuk produksi massal, pabrik ini menggunakan cetakan semi-otomatis dengan sistem pendinginan air agar lilin cepat mengeras dan bisa dilepas dari cetakan dalam waktu singkat. -
Mesin Pencetak Sumbu (Wick Machine)
Bagian sumbu lilin dibuat menggunakan mesin kecil yang berfungsi memotong dan menempelkan sumbu ke dalam cetakan. -
Teknologi Pengemasan
Produk akhir kemudian dikemas menggunakan mesin pengemas plastik sederhana, sebelum disusun dalam kotak kardus untuk distribusi. -
Logistik dan Distribusi
Lilin yang sudah siap dijual diangkut menggunakan kendaraan niaga ringan. Sebagian besar distribusi dilakukan ke pasar tradisional, toko kelontong, dan tempat ibadah.
Dari sisi teknis, penerapan mesin-mesin ini membuat produksi lebih efisien, terutama dalam menjaga keseragaman bentuk, kualitas, serta jumlah produksi harian.
Dampak Lingkungan yang Terlihat
Meski teknologi memberikan banyak manfaat, kegiatan produksi lilin ini tetap menimbulkan dampak lingkungan yang nyata. Beberapa hal yang dapat saya amati adalah:
-
Penggunaan Bahan Kimia
Sebagian besar lilin masih menggunakan parafin yang berbahan dasar minyak bumi. Penggunaan parafin menghasilkan residu karbon ketika lilin dibakar, yang dapat berkontribusi pada pencemaran udara meski dalam skala kecil. -
Konsumsi Energi
Proses pelelehan lilin membutuhkan energi listrik dan bahan bakar untuk menjaga suhu tetap stabil. Hal ini menyebabkan konsumsi energi cukup tinggi, terutama saat produksi berlangsung sepanjang hari. -
Limbah Padat dan Cair
Limbah utama berupa sisa lilin cair yang tidak terpakai serta plastik dari pengemasan. Walaupun sebagian lilin sisa bisa didaur ulang, namun jika tidak dikelola dengan baik, potensi sampah padat cukup besar. -
Emisi dari Transportasi
Kendaraan distribusi menimbulkan emisi karbon, terutama karena armada masih menggunakan bahan bakar fosil.
Dengan kata lain, pabrik lilin ini menunjukkan adanya dua sisi: di satu sisi teknologi membantu efisiensi, tetapi di sisi lain timbul beban lingkungan yang perlu mendapat perhatian.
Hubungan Manusia, Teknologi, dan Alam (Sebelum Perkuliahan Pertama)
Sebelum mengikuti perkuliahan pertama, saya cenderung melihat hubungan manusia, teknologi, dan alam secara sederhana. Menurut saya, pabrik lilin hanyalah tempat produksi biasa di mana manusia memanfaatkan teknologi untuk mengolah sumber daya alam (minyak bumi/parafin) agar menjadi produk siap pakai. Fokus saya lebih banyak pada aspek praktis, yaitu bagaimana teknologi bisa mempercepat pekerjaan, menekan biaya produksi, dan memenuhi kebutuhan pasar.
Dalam pandangan awal tersebut, alam hanya diposisikan sebagai penyedia bahan baku, sementara teknologi dilihat sebagai “alat bantu” manusia untuk menguasai alam demi kepentingannya.
Hubungan Manusia, Teknologi, dan Alam (Sesudah Perkuliahan Pertama)
Setelah mengikuti perkuliahan pertama, pandangan saya mulai berubah. Saya menyadari bahwa hubungan manusia, teknologi, dan alam bukanlah hubungan yang linear semata. Teknologi ternyata membentuk cara manusia berinteraksi dengan alam, bahkan ikut menentukan keberlanjutan lingkungan hidup.
Dalam kasus pabrik lilin, teknologi tidak hanya berperan mempercepat produksi, tetapi juga seharusnya diarahkan untuk mengurangi dampak lingkungan. Misalnya, penggunaan bahan lilin alternatif berbasis nabati (seperti lilin kedelai atau lilin dari minyak kelapa sawit berkelanjutan) bisa menjadi pilihan yang lebih ramah lingkungan dibandingkan parafin. Selain itu, penggunaan energi terbarukan seperti panel surya untuk proses pelelehan juga dapat mengurangi jejak karbon.
Dengan perspektif baru ini, saya melihat bahwa manusia harus menempatkan teknologi bukan sekadar alat eksploitasi alam, tetapi sebagai jembatan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan industri dan kelestarian lingkungan.
Penutup
Dari pengamatan sederhana terhadap pabrik lilin ini, saya belajar bahwa industri sekecil apa pun tetap membawa dampak terhadap lingkungan. Sebelum kuliah, saya hanya melihat sisi efisiensi dan keuntungan, tetapi sekarang saya mulai memahami pentingnya prinsip produksi berkelanjutan.
Hubungan manusia, teknologi, dan alam bukanlah hubungan satu arah, melainkan siklus. Manusia membuat teknologi untuk memanfaatkan alam, namun pada akhirnya kondisi alam akan menentukan keberlangsungan hidup manusia dan teknologi itu sendiri.
Pengalaman ini membuat saya yakin bahwa ke depan, setiap langkah dalam dunia industri harus dipikirkan bukan hanya soal untung, tapi juga tentang bagaimana agar teknologi bisa menjadi jembatan menuju harmoni dengan alam.
Komentar
Posting Komentar